Langsung ke konten utama

Postingan

Aku Tidak Bisa Hidup Dengan Hanya Melakukan Hal Yang Aku Sukai

Aku tidak bisa hidup dengan hanya melakukan hal yang aku sukai. Kalimat itu terdengar sederhana, tapi di dalamnya ada kelelahan yang halus, ada penerimaan yang perlahan tumbuh. Mungkin di titik tertentu, manusia akan sadar bahwa hidup bukan tentang menyenangkan diri sendiri. Hidup, bagaimanapun juga, selalu bersinggungan dengan orang lain. Dan dari sanalah kita mulai kehilangan sedikit demi sedikit bagian dari diri kita yang dulu begitu kita jaga. Sifat alami manusia memang aneh. Kita cenderung meninggalkan apa yang kita sukai demi orang-orang yang kita sayangi bisa melakukan apa yang mereka sukai. Kita rela. Kita bekerja keras, menelan kebosanan, bangun pagi-pagi sekali, berlari melawan waktu dan rasa lelah, hanya agar seseorang di rumah bisa tertawa lega. Kita menukar kesenangan pribadi dengan ketenangan orang lain, dan anehnya—kita menyebut itu cinta. Kadang aku bertanya, apakah manusia memang diciptakan untuk seperti ini? Untuk terus menekan diri sendiri, mengorbankan kebebasan, da...
Baca selengkapnya: Aku Tidak Bisa Hidup Dengan Hanya Melakukan Hal Yang Aku Sukai

Kamu Harus Jadi Orang Pertama Yang Menilai Dirimu Berharga

Pada prinsipnya, aku sudah melakukan apa yang mampu aku lakukan. Menjadi seseorang yang bernilai, ternyata bukan lagi tentang seberapa banyak orang memahami nilai itu sendiri. Orang-orang punya kacamata masing-masing. Nilai seseorang pun seringkali dilihat dari kemampuannya menilai nilai orang lain — bahkan yang tersembunyi sekali pun. Tidak dihargai adalah hal paling mustahil dalam kehidupan. Bukan karena seseorang tidak punya harga, melainkan karena nilai hanya tampak bagi mereka yang tahu cara melihatnya. Emas hanyalah bongkahan benda asing bagi yang tak mengenalnya. Permata hanya batu mengkilap, tak lebih dari itu. Pernahkah kita benar-benar menilai diri sendiri? Bukankah sebagian dari kita lebih sering mencaci daripada memuji diri sendiri? Kita merasa rendah, bahkan jauh lebih rendah dari yang seharusnya bisa kita hargai. Setidak bernilainya kah pandangan kita terhadap diri sendiri? Mengapa cermin selalu menjadi ruang penghakiman? Kamu, aku, kita — tidak lebih rendah dari apa yang...
Baca selengkapnya: Kamu Harus Jadi Orang Pertama Yang Menilai Dirimu Berharga

Yang Tenang Tidak Laku Di Dunia Yang Bising

Ada masa di hidupku ketika aku percaya, bahwa kebaikan akan membawa seseorang pada cinta, atau setidaknya, pada penerimaan. Tapi ternyata aku salah. Dunia tidak berputar untuk orang baik. Dunia berputar untuk mereka yang pandai memainkan peran, yang tahu kapan harus tersenyum, dan kapan harus meninggalkan tanpa rasa bersalah. Aku melihatnya sendiri. Orang yang menipu dipeluk, yang kasar dirindukan, yang pura-pura peduli justru disayang. Sementara mereka yang benar-benar tulus, perlahan hilang di antara tawa orang lain. Tidak dibenci, hanya tidak dianggap. Dan itu jauh lebih menyakitkan daripada dibenci. Orang baik terlalu mudah dimaklumi, terlalu cepat dimaafkan, terlalu bisa mengerti. Hingga akhirnya tidak ada yang benar-benar peduli pada mereka. Dunia tahu, mereka tidak akan membalas. Dunia tahu, mereka akan tetap tersenyum meski hati mereka remuk pelan-pelan di balik wajah yang sama. Lucu, ya? Di zaman ini, kelembutan dianggap kekalahan. Kejujuran dianggap naif. Ketulusan dianggap l...
Baca selengkapnya: Yang Tenang Tidak Laku Di Dunia Yang Bising

Alasan Jatuh Cinta

Apa alasan seseorang untuk jatuh cinta? Tentu banyak sekali jawaban dari pertanyaan sederhana ini. Dan aku tahu, semua jawaban dari pertanyaan itu akan terasa rumit. Menjelaskan bagaimana aku jatuh cinta sama saja seperti membuka rahasia besar tentang bagaimana aku begitu bodoh. Mungkin kata bodoh pun masih terlalu baik untuk menjelaskannya. Tidak ada alasan. Aku tidak pernah memulai cinta dengan alasan. Aku hanya jatuh saja — bagaimana aku jatuh, aku sendiri tidak pernah tahu alasannya. Entah aku terperangkap, tidak berhati-hati, terlalu ceroboh, atau apa pun itu. Aku tidak pernah benar-benar mengerti, dan mungkin juga tidak pernah belajar. Saat terjatuh ke dalam lubang tanpa akhir itu, tidak ada yang aku dapat. Aku tidak menemukan penjelasan apa pun. Aku hanya sibuk mencari alasan pembenar yang paling masuk akal dari tragedi besar itu. Ya, sejauh ini, jatuh cinta bagiku adalah rangkaian tragedi. Dan jika tragedi itu bisa dijelaskan, mungkin tulisan ini adalah sedikit upaya untuk mema...
Baca selengkapnya: Alasan Jatuh Cinta

Menulis, Cara Paling Jujur Untuk Bersembunyi

Orang bilang, tulisan adalah sarana paling jujur seseorang. Tapi bagiku, tidak seperti itu. Mungkin iya — saat menulis kamu tidak akan disela. Kamu bisa bicara semaunya, sepanjang yang kamu mau. Bahkan kamu tidak perlu peduli pada titik dan koma. Namun tidak denganku. Menulis bagiku adalah kegiatan menelanjangi diri. Jujur saja, aku malu. Aku takut terlihat berantakan. Aku malu memperlihatkan betapa sesaknya hidupku, yang bisa kamu lihat di antara panjangnya sebuah kalimat yang jauh dari tanda titik. Tulisanku begitu ketara. Semakin berantakan tulisanku, seberantakan itu juga aku. Kamu tahu rasanya meledak? Saat meledak, setiap hal akan berhamburan. Perasaanku yang meledak sering mengantarkanku pada tulisan yang sulit dicerna — terutama oleh orang yang sedang bahagia. Kamu tidak akan mengerti jika hanya membaca sekali. Membaca tulisanku sama saja seperti berbicara dengan orang gagap, gugup, dan tak terbaca. Bukan karena tak bisa dibaca, hanya saja perasaanku kadang terlalu kompleks unt...
Baca selengkapnya: Menulis, Cara Paling Jujur Untuk Bersembunyi